Jakarta–Aparat kepolisian menjaga ketat sidang lanjutan terdakwa Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (14/7/2025). Total 1.082 personel gabungan dari Polda Metro Jaya, Polres Metro Jakarta Pusat, dan Polsek jajaran dikerahkan.
“Penempatan personel di dalam gedung PN bertujuan menjaga jalannya persidangan agar berlangsung aman dan lancar,” ujar Kapolres Metro Jakarta Pusat Kombes Susatyo Purnomo Condro, melalui keterangan tertulis.
Langkah antisipasi ini dilakukan menyusul adanya aksi demonstrasi yang akan mengiringi sidang dengan agenda membacakan replik untuk menanggapi nota pembelaan (pledoi) Hasto.
Susatyo meminta personelnya untuk mengedepankan sikap humanis dalam mengamankan aksi yang sebagai besar meminta sidang Hasto dihentikan.
“Aksi ini harus tertib, mematuhi aturan, tidak merusak fasilitas umum, tidak ada yang membakar ban bekas dan tidak anarkis melawan petugas keamanan,” kata dia.
Di samping itu, perwira menengah Polri itu juga meminta masyarakat pengguna jalan untuk menghindari kawasan sekitar PN Jakarta Pusat. Guna mengantisipasi kemacetan akibat aksi unjuk rasa tersebut.
Sidang perkara dugaan suap dan perintangan penyidikan Hasto Kristiyanto digelar di ruang Prof Dr M Hatta Ali lantai 1 PN Jakarta Pusat. Sidang dipimpin Hakim Ketua Rios Rahmanto, dengan agenda tanggapan Jaksa Penuntut Umum (JPU) atas pledoi terdakwa. Sebanyak 80 orang hadir dalam ruang sidang tersebut.
Pada Kamis (3/7/2025), Jaksa KPK Wawan Yunarwanto menuntut Hasto dengan pidana tujuh tahun penjara dan denda Rp600 juta subsider enam bulan kurungan. Jaksa menyebut sikap tidak kooperatif dan tidak mengakui perbuatan sebagai hal yang memberatkan.
Namun, sikap sopan selama persidangan dan belum pernah dihukum menjadi pertimbangan yang meringankan.
“Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Hasto Kristiyanto dengan pidana penjara selama tujuh tahun,” kata Jaksa Wawan.
Ia menegaskan tuntutan itu berdasarkan alat bukti, bukan pengakuan terdakwa.
“Penuntut umum meyakini kebohongan di masa saat ini adalah hutang kebenaran di masa akan datang. Yang perlu menjadi catatan, untuk membuktikan perkara ini, penuntut umum tidak mengejar pengakuan terdakwa, tetapi lebih mengacu pada alat bukti yang telah terungkap di persidangan,” jelasnya.
“Bahwa tuntutan pidana ini bukanlah merupakan sarana balas dendam, melainkan suatu pembelajaran agar kesalahan-kesalahan serupa tidak terulang di kemudian hari,” imbuh Wawan.
Dalam perkara ini, Hasto didakwa melanggar Pasal 21 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 65 ayat (1) KUHP, serta Pasal 5 ayat (1) huruf a jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 dan Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Ia diduga memerintahkan Harun Masiku untuk menenggelamkan ponselnya saat operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada 2020, serta menyuruh stafnya, Kusnadi, membuang ponsel saat pemeriksaan pada Juni 2024.
Selain itu, Hasto juga didakwa terlibat dalam pemberian suap sebesar Rp600 juta kepada mantan Komisioner KPU, Wahyu Setiawan.
Suap tersebut diberikan bersama Donny Tri Istiqomah (pengacara PDIP), Saeful Bahri (eks kader PDIP), dan Harun Masiku, melalui mantan anggota Bawaslu Agustiani Tio Fridelina.
Uang itu diduga untuk mengamankan kursi DPR bagi Harun Masiku melalui mekanisme pergantian antar waktu (PAW) periode 2019–2024.